Sudah hampir setengah jam aku berdiri di pemberhentian ini hanya untuk menunggunya. beruntung sejuknya udara pagi dengan kicauan burung di atas pohon rindang ini setia menemani setiap aku menunggunya. Selalu berusaha melembutkan suasana hati yang kerap kali merasa kesal dibuatnya. Sesekali mentari tersenyum mengintipku dari celah-celah dedaunan di pohon rindang ini. Entah malu atau mungkin menertawakan aku yang setiap pagi dibikin kesal olehnya. Tapi bagiku dia sudah menjadi pacar keduaku setelah rani gadis cantik dari banjaran di sudut kota kembang sana.
Bahkan lebih baik dari gadis cantik itu. aku bisa menyentuhnya, tapi tidak dengan gadis cantik itu. Aku bisa curhat dengannya, tapi tidak dengan gadis itu. Bahkan sering aku bersandar di tubuhnya tapi tidak dengan gadis cantik itu. Meski harus tertampar panas, terbasahi gerimis, teresiram hujan aku harus tetap menunggunya sampai ia datang untuk menemaniku menyisiri sisi kota kembang ini.***
Oh Akhirnya... pacarku datang juga. Oh! ternyata pacarku banyak yang menunggunya juga. Bukan hanya aku, semua orang yang ada di pemberhentian ini berebut menyambut kedatangannya ada yang dengan wajah masam karena sudah dibuat kesal olehnya ada yang sangat senang dengan kedatangannya ada juga yang lurus-lurus saja. Tapi apapun kata orang dia tetap pacarku yang akan selalu aku tunggu setiap hari. Selamat tinggal pohon rindang, kau bukan pacarku karena kau tidak menemani kemana aku pergi. tapi kau setia juga menemaniku menunggunya. Dan kau mentari, kapan kau beritahu aku makna senyummu di pagi hari dan kenapa kau selalu bersembunyi di balik pohon rindang itu, oh iya selamat tinggal juga burung kecil, nyanyianmu cukup menenangkan hatiku, jauh lebih indah dari nyanyian para pesumbang suara di jalanan yang selalu menyesakkan pacarku ini.
***
Syukurlah… meski semua orang berebut untuk mendapatkan sedikit tempat diruangmu ternyata kau masih mau menyisakan tempat untukku di ruangmu yang nyaman ini, tepat dihatimu pula, tempat yang paling sejuk di antara ruangmu ini. Apapun kata orang kau memang pacarku. Baiklah pacarku, mari kita jalan-jalan menyisiri kota kembang ini. Aku janji, aku tidak akan melepaskan tanganku darimu dan aku akan memelukmu, bersandar di tubuhmu, sambil menikmati sejuknya angin kecil yang berlarian mengejarmu serta pemandangan yang indah di sisi kota kembang ini. Mudah-mudahan di perjalanan nanti pesumbang suara itu tidak lagi datang mengganggu perjalanan kita. Kerja mereka hanya bikin sesak, berisik dan gaduh. Tapi kamu juga harus janji. Di perjalanan nanti kamu jangan marah lagi seperti kemarin, kamu tiba-tiba ngadat ngga jelas kenapa, agar aku sampai di persimpangan sukahati tepat waktu. Kalo ngga aku juga akan marah sama kamu.
***
Sudah hampir setengah jam kita menyisiri sisi kota kembang ini. Semoga saja pesumbang syair yang katanya bersastra jalanan itu tidak datang lagi. Aku tidak ingin hati kita menjadi sesak karenanya. Telinga kita pekak karena gaduhnya dan hidung kita tersumbat dengan aroma terik kulitnya dan suasana romantis pun hilang terusik olehnya.
Simpang sukahati masih jauh dan aku akan tetap memegang erat dan bersandar di tubuhmu. Menikmati sejuknya angin kecil yang berlarian menggodamu. Pepohonan yang datang lalu berlari pergi malu melihat kita. Ada juga yang melambai-lambai kepada kita. Kau memang pacar yang baik. Di suasana romantis kita, pun kau sempat bersedia menolong orang yang sedang tergesa-gesa dengan hajatnya. Dan kaupun dengan senang hati mengantarkannya. Kau juga sering memberi kehidupan kepada anak kecil sisi trotoar itu yang setiap harinya, pun selalu menunggu kedatanganmu. Meski ia kumuh kucel dan bau, kau masih perhatian memberi kehidupan untuknya. Atau kamu senang dengan kata-kata lucunya itu. Aku bilang nyanyiannya yang tanpa berisik tali-tali tegang dan kulit-kulit keras. Yah, daripada pesumbang syair yang katanya bersastra jalanan itu, kerjanya hanya bikin gaduh dan berisik. Mereka selalu memaksa untuk mendapatkan sedikit perhatian dan kehidupan darimu. Atau kamu kasihan padanya. Dia bilang belum makan dari kemarin. Yang padahal hampir setiap hari kamu berikan sedikit kehidupan untuknya. Dasar anak kecil.
***
Rupanya kita telah sampai di tempat peristirahatan. Semoga saja para pesumbang syair yang katanya bersastra jalanan itu tidak datang.
Perjalanan kita sebentar lagi sampai di persimpangan sukahati. Aku ingin kau tetap menemaniku sampai di persimpangan nanti. Oh lihat, rupanya pak polisi itu meminta kita jangan berlama-lama beristirahat di sini. Kalau gitu kita lanjutkan perjalanan kita.
***
Loh, kenapa berhenti lagi? Di sini bukan tempat istirahat, di sini juga tidak ada anak kecil trotoar itu yang menunggumu. Apa di depan ada para pesumbang syair yang katanya bersastra jalanan itu?
Ayo kita lanjutkan lagi perjalanan kita! persimpangan sukahati sebentar lagi sampai. Kamu kenapa? kamu ngadat lagi, atau lelah? bukannya baru saja kita istirahat? Kok semua orang yang kamu sudah janji pada mereka untuk mengantarkan mereka pergi meninggalkanmu? Lihat semua orang jadi marah padamau karena kamu behenti di sini. Di sini bukan simpang sukahati. Ayo jalan! kasihan orang itu yang tergesa-gesa dengan hajatnya. Di depan juga masih ada anak kecil trotoar yang menunggumu kamu tidak kasihan sama anak kecil trotoar itu? kamu juga jangan takut dengan para pesumbang syair itu. Biar nanti aku yang mengusir mereka. Katanya kamu tidak akan marah lagi. Ya sudah kalo begitu aku juga marah sama kamu.
***
“Pak kenapa pukul-pukul dia. Bapak juga marah sama dia karena dia berhenti di sini?”
“Iya, bapak marah sama dia tapi bapak bukan sedang pukul dia karena marah..”
“Terus, kenapa bapak pukul-pukul dia pakai besi?”
“Bapak sedang betulin mesinnya, yah..namanya juga udah butut hampir setiap hari mogok. Tapi, butut butut juga ini kehidupan bapak. Kalau bapak nda kerja sama dia mau dapat duit dari mana? Istri sama anak bapak mau makan apa nantinya? Semoga saja PT. D*mri mau menggantikan yang baru buat kerja bapak. Supaya setiap hari tidak mogok lagi seperti ini. kalau sudah mogok penghasilan bapak tidak akan naik-naik. Kasihan anak bapak yang punya cita-cita mau keliling dunia”
“oh… begitu ya pak. Jadi bukan berhenti untuk istirahat?
“ Ya bukan, tapi karena mesinnya sudah butut. Emangnya adek tadi nda ngerasa kalo jalannya nda lancar”
“Ngga tuh”
“La mau ngerasa gimana! Wong bapak lihat dari tadi adek tidur pules sih…”
“oh.. begitu ya pak hehe..” untung belum nyampe sukahati. kalo ngga, bisa ketiduran ampe terminal leuwi panjang.
***
Ya sudah. Terpaksa aku harus meninggalkanmu. Ternyata kamu butut, gampang ngadat. menyesal aku menunggumu selama setengah jam lalu. Mulai sekarang kita putus. Aku akan cari ganti yang lain. Aku masih ada janji di persimpangan sukahati sana. Aku tidak boleh telat aku harus melihat keadaan rani gadis cantik di sudut kota kembang sana. Ternyata dia yang lebih baik dari kamu meski aku tidak bisa bicara dengannya dan menyentuhnya. Tapi aku senang bisa melihatnya dan kelak aku pasti bisa menyentuh dan berbicara hati dengannya.
Ya sudah. Maafkan aku, aku harus meninggalkanmu disini bersama bapak ini. Oh iya sampaikan salamku kepada anak kecil sisi trotoar itu.
***
Keesokan hari..
Oh malangnya aku..sudah satu jam dia belum datang juga. Mungkin dia tidak mau lagi bertemu denganku gara-gara kemarin. Atau jangan-jangan dia masih mogok di samping jalan itu?
Oh tidak. ternyata aku masih membutuhkannya. Kau memang pacar keduaku..
Hai burung, mentari dan kau pohon, sampaikan salamku untuk bus butut itu. Sudah satu jam aku menunggu di sini dan aku putuskan untuk pulang kembali karena sudah terlambat bertemu dengan gadis cantik di sudut kota kembang sana.
a.bakrs
Perjalanan menuju kampus08
Categories:
coretan pena
0 komentar: